Masahiro Hara, jenius di balik teknologi QR Code yang kini mendunia, tak menyangka karyanya memicu kontroversi internasional. Insinyur Jepang ini menciptakan QR Code pada 1994 di Denso Wave, anak perusahaan Toyota, awalnya untuk melacak komponen otomotif secara efisien. Kemampuannya menyimpan data lebih banyak dibanding barcode konvensional menjadikannya revolusioner.
Evolusi QR Code pun berlanjut hingga ke ranah finansial digital. Di Tiongkok, Alipay dan WeChat memanfaatkannya sebagai tulang punggung pembayaran digital. Indonesia pun tak mau ketinggalan. Pada 2019, Bank Indonesia meluncurkan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), sistem pembayaran QR nasional yang mengintegrasikan berbagai platform dan menjangkau lapisan masyarakat luas.

Namun, kemudahan yang ditawarkan QRIS ternyata menuai kritik dari Amerika Serikat. Pemerintah AS menyoroti kebijakan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), yang dinilai membatasi akses perusahaan asing di pasar pembayaran digital Indonesia. Hal ini memicu ketegangan antara upaya perlindungan pasar domestik dan prinsip perdagangan bebas global. Perdebatan ini pun menyeret nama Hara, sang penemu teknologi yang kini menjadi pusat pertikaian ekonomi internasional. Apakah QRIS akan tetap menjadi primadona, atau justru akan menghadapi tantangan besar ke depannya?

Related Post
Leave a Comment