Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tentang pengendalian tembakau menimbulkan gelombang protes, tak hanya dari industri rokok, tapi juga dari pedagang tradisional yang merasakan dampaknya secara langsung. Desakan deregulasi pun menggema.
Regulasi yang membatasi iklan dan penjualan rokok ini ternyata memiliki efek domino yang meluas. Industri periklanan luar ruang terpukul, sementara pedagang kecil di pasar tradisional merugi hingga 30%, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrahman. Ia menyatakan, larangan penjualan rokok dalam radius tertentu dinilai terlalu ketat dan kontraproduktif.

Lebih lanjut, Mujiburrahman menjelaskan bahwa penurunan omzet bukan hanya disebabkan oleh PP 28/2024. Penurunan daya beli masyarakat dan persaingan dari penjualan online juga turut berperan. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah pergeseran pola pembelian rokok. Konsumen kini lebih memilih membeli rokok secara sembunyi-sembunyi, yang berpotensi meningkatkan penjualan rokok ilegal.

Related Post
"Penurunan penjualan rokok di pasar tradisional memang terjadi, namun bukan berarti berhenti total. Perubahannya terletak pada cara pembelian yang kini lebih tertutup," ujar Mujiburrahman dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/5/2025). Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin berkembangnya pasar rokok ilegal dan berdampak pada penerimaan negara. Para pedagang pun mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih seimbang.
Leave a Comment