Edisi Cybercrime, Lewat WA Peras Korbannya Gunakan Foto Pejabat TNI (2)
Mediaseruni.co.id – Sungguh menarik ketika saya ‘melobi’ seorang pelaku aksi kejahatan ‘cybercrime’ dengan modus pemerasan menggunakan foto pejabat TNI di media sosial facebook.
Saya berharap seorang yang saya sebut Mas Brow (baca; Mas Brother) mau menghentikan kejahatannya dan kembali ke keluarganya dengan rejeki halal dari tangannya.
Hal menarik disini, selama tiga hari melobi (baca; bahasa saya), Si Mas Brow yang semula galak dan terkesan kejam terhadap korbannya berakhir damai dan nyaman. Dia menyadari kekeliruan dan curhat kalau yang dia lakukan semata karena desakan ekonomi.
Pertama karena imbas Covid 19 sehingga dia kehilangan pekerjaan, pun terdesak kebutuhan anak dan istri yang mesti dihidupinya.
Saya sendiri pada akhirnya pun harus jujur mengatakan menyamar mengumpankan diri sebagai korban cybercrimenya, untuk mendapatkan informasi.
Sebetulnya, kontak sosial melalui WhatsApp dengan Mas Brow diawali umpan pertemanan di facebook (Fb)yang dilakukan kelompok cybercrimenya.
Melalui permintaan pertemanan lewat akun facebook (nama akun ini kemudian memblok akun fb redaksi) saya berkenalan. Akun (ada pada redaksi) itu menampilkan foto pemiliknya wanita cantik mengenakan jilbab.
Menit pertama obrolan berlangsung lancar dan sebatas obrolan profesi dan keseharian. Namun pada sekitar menit-menit ke-19 pemilik akun itu memancing dengan kata-kata kurang pantas, dengan menyebut kata ‘sayang’.
Sayang dalam tanda kutip pemahaman redaksi adalah sapaan pertemanan supaya familiar dan akrab. Apalagi gaya berkomunikasinya pun terkesan familiar dan akrab.
Namun obrolan itu berakhir dengan kata ‘cium’ sekaligus kata pamungkas yang lontarkannya, disusul permintaan nomor WhatsApp redaksi.
Tak sampai 5 menit kemudian Si Mas Brow pun menelepon, dan melakukan intimidasi dengan mengaku sebagai suami yang marah dengan foto akun pejabat TNI.
Saking marahnya dia memukul wanita yang fotonya digunakan dalam akun fb tersebut. Istri yang dipukul kesal kemudian membanting hapenya sampai hancur dan pulang ke rumah ortunya.
Mas Brow pun minta penggantian hape yang rusak seharga Rp 1,7 juta rupiah. Ancamannya jika tidak diberikan scrinshot obrolan (sekitar 8 – 10) obrolan yang berlangsung akan publikasikan ke media dan sosial media.
Tetapi lucunya foto pejabat TNI yang digunakan sebagai foto WA ternyata foto teman saya. Makanya ketika saya menawarkan untuk bertemu di kesatuannya Mas Brow menolak.
Demikian pun ketika saya akan mengunjungi rumahnya juga ditolak. Terakhir ketika saya mengajak bertemu di rumah orang tuanya juga ditolak.
Hingga hari kedua dan ketiga intimidasi terus dilakukan. Dan, saya pun sebetulnya semakin tertarik dengan propesinya. Karena mencermati kalimat yang digunakan Mas Brow memang terkesan sudah profesional.
Namun, selama dua hari itu Mas Brow pun sepertinya sudah memahami posisinya dan posisi saya sebagai kuli tinta. Terlebih semua intimidasi yang dilakukan pun semuanya terpatahkan dengan jawaban-jawab logis yang saya sampaikan.
Bahwa dia harus logis dan menyadari profesi dan link yang saya punya. Kalau saya mau berbuat jahat dan mencelakakan dirinya itu sudah saya lakukan sejak dua hari sebelumnya.
Penyampaian logis itupun akhirnya membuka pikiran Mas Brow, ia mengakui perbuatannya serta alasan melakukan itu. Istrinya pergi meninggalkannya dan anaknya masih sekolah dan butuh biaya serta makan.
“Saya mau jemput anak ya mas, tolong saya.” Itu kalimat terakhir Mas Brow, setelah obrolan siang pun minta izin mau salat Jumat.
Kau pria baik Brow, semoga dari tanganmu itu kau kasih makan anakmu dengan rejeki halal. Dan uang Rp 250 ribu itu buat anakmu sebagai ucapan terima kasih untuk informasi yang kau berikan. (Mds)