Penyelidik dari Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah mengumpulkan informasi dari 34 individu yang berfungsi sebagai saksi dalam investigasi terkait dugaan perilaku intimidasi dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Setiap keterangan yang diperoleh layaknya potongan puzzle, memberikan gambaran lebih jelas mengenai situasi yang terjadi dan berusaha untuk mengungkap tabir kasus ini.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi Artanto, di Semarang pada hari Selasa, menyatakan bahwa para saksi yang telah diperiksa meliputi rekan-rekan satu angkatan korban AR di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro Semarang, serta ketua angkatan. Mereka diharapkan dapat memberikan pandangan lebih dalam mengenai dinamika di lingkungan akademik tersebut dan memberikan petunjuk penting untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan kasus perundungan ini.
“Sudah 34 saksi, antara lain teman seangkatan, ketua angkatan, serta para bendahara,” katanya.
Menurut Komisaris Besar Polisi Artanto, hasil pemeriksaan terhadap para saksi akan dianalisis secara menyeluruh dan diselaraskan satu sama lain. Proses ini penting untuk memastikan konsistensi informasi dan mengidentifikasi detail-detail yang mungkin saling melengkapi atau bertentangan. Dengan begitu, penyidik dapat membangun gambaran yang lebih akurat mengenai kejadian sebenarnya dan mengungkap fakta di balik dugaan perundungan tersebut.
Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian akan tetap berfokus dan bersikap transparan sepanjang proses penyelidikan yang sedang berlangsung. Selain memeriksa keterangan para saksi, mereka juga akan menyelaraskan hasil pemeriksaan dengan berbagai data yang disampaikan oleh pelapor. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap informasi yang ada diperiksa secara mendalam dan teliti, sehingga setiap fakta dapat terungkap dengan jelas.
“Semua berproses dan akan diteliti mendalam,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa kepolisian akan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyelidikan kasus dugaan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro. Setiap langkah dalam penyelidikan akan diambil dengan cermat, untuk memastikan bahwa hak-hak semua pihak yang terlibat dihormati, sembari berupaya mengungkap kebenaran secara objektif dan adil.
Artanto menambahkan bahwa pengakuan dari pihak Universitas Diponegoro Semarang dan manajemen Rumah Sakit Kariadi Semarang terkait adanya kasus perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) diharapkan dapat memperlancar proses penyelidikan. Pernyataan ini diharapkan menjadi titik terang yang membantu mengurai kompleksitas kasus, sekaligus mempercepat pengumpulan bukti dan informasi yang akurat untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan perundungan tersebut.
Sebelumnya, seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, berinisial AR, ditemukan meninggal dunia di tempat kosnya di Jalan Lempongsari, Kota Semarang, Jawa Tengah. Kejadian tragis ini diduga merupakan tindakan bunuh diri, yang memicu penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan adanya perundungan dalam lingkungan akademik yang mungkin berkontribusi pada insiden tersebut.
Kematian korban AR, yang jenazahnya ditemukan pada 12 Agustus 2024, diduga memiliki keterkaitan dengan kasus perundungan yang dialaminya di lingkungan tempat ia menempuh pendidikan. Dugaan ini semakin memperkuat kekhawatiran bahwa tekanan yang diterima korban selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berkontribusi pada keputusan tragis yang diambilnya, sehingga mendorong penyelidikan lebih mendalam untuk mengungkap kebenaran di balik insiden tersebut.
Keluarga AR telah mengajukan laporan terkait dugaan perundungan tersebut kepada Polda Jawa Tengah pada 4 September 2024. Langkah ini diambil sebagai bentuk upaya untuk mencari keadilan dan mendorong pihak berwenang melakukan penyelidikan yang serius atas kasus yang menimpa putri mereka. Laporan ini diharapkan dapat membuka jalan bagi terungkapnya fakta-fakta yang lebih jelas mengenai situasi yang dihadapi AR selama menjalani pendidikan di PPDS.