Dampak dari perubahan iklim semakin terasa mengerikan. Mulai dari kekeringan yang menyebabkan kematian hingga seperempat juta orang di wilayah Tanduk Afrika, gelombang panas di Eropa yang merenggut sekitar 90.000 jiwa, hingga banjir yang membawa korban jiwa di Spanyol. Analisis terbaru menunjukkan adanya hubungan langsung antara semakin seringnya cuaca ekstrem dan perubahan iklim yang terjadi.
Dengan lebih dari 200 korban tewas akibat hujan yang setara dengan curah tahunan dalam waktu hanya sehari di beberapa daerah di Spanyol timur dan selatan, analisis cepat dari ilmuwan iklim menunjukkan bahwa pemanasan global membuat peristiwa ini dua kali lebih mungkin terjadi dan hujan deras menjadi jauh lebih intens.
“Tidak diragukan lagi, hujan deras ini diperparah oleh perubahan iklim,” kata Dr Friederike Otto, yang mengepalai proyek Atribusi Cuaca Dunia (WWA) di Imperial College London’s Centre for Environmental Policy, dikutip dari Euro News.
Suhu rata-rata global kini hampir mencapai 1,5°C lebih tinggi dibandingkan dengan pertengahan abad kesembilan belas. “Setiap kenaikan satu derajat akibat pemanasan dari bahan bakar fosil akan membuat atmosfer mampu menampung lebih banyak uap air, yang pada gilirannya memicu hujan yang lebih deras. Banjir mematikan ini menjadi pengingat lain betapa berbahayanya perubahan iklim, meskipun suhu hanya meningkat sebesar 1,3°C,” ungkap Otto.
Walaupun warga negara-negara kaya mungkin dianggap kurang rentan, mereka tetap tidak terhindar dari bahaya yang ditimbulkan oleh cuaca ekstrem. Dua dari peristiwa paling mematikan yang terjadi baru-baru ini adalah gelombang panas di Eropa tengah dan barat pada tahun 2022 dan 2023, yang dikaitkan dengan sekitar 90.000 kematian.
Para peneliti mengingatkan bahwa dalam banyak situasi, angka kematian yang dilaporkan kemungkinan besar tidak akurat, terutama dalam kasus gelombang panas yang berdampak pada negara-negara miskin.
“Jumlah korban tewas yang terus kita lihat akibat cuaca ekstrem menunjukkan bahwa kita tidak siap menghadapi pemanasan 1,3°C, apalagi 1,5°C atau 2°C,” kata Roop Singh, dari Pusat Iklim Palang Merah.
Semua negara harus bersiap menghadapi masa depan di mana peristiwa semacam ini akan terjadi lebih sering dan dengan intensitas yang lebih tinggi. “Namun, yang paling penting adalah kita perlu mengurangi emisi,” ujar Singh.
Tahun ini telah ditetapkan sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat. Sjoukje Philip, seorang peneliti di Institut Meteorologi Belanda, menegaskan bahwa sudah tidak mungkin lagi melihat perubahan iklim sebagai ancaman yang jauh di masa depan. “Bukti yang mengaitkan cuaca ekstrem dengan perubahan iklim akan terus meningkat,” ucap Philip.