Kejatuhan Sang Sultan: Doni Salmanan Beralih dari Miliarder ke Bangkrut

Sahrul

Doni Salmanan pernah dikenal luas sebagai seorang ‘sultan’ yang kerap memamerkan kekayaannya dan berbagi kebahagiaan. Namun, sekarang nasibnya berubah drastis, berbalik 180 derajat dari kejayaannya dulu.

Doni kini tak lagi menghuni rumah mewahnya maupun mengendarai mobil-mobil mahalnya. Sebagai terpidana kasus penipuan binary option, ia harus mendekam di penjara dan kehilangan semua kekayaannya. Seluruh aset berharganya telah disita oleh negara, membuatnya jatuh miskin.

Eksekusi tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung Nomor: PRIN-2451/M.2.19/Kpa.5/09/2024 tertanggal 24 September 2024. Proses eksekusi berlangsung di Kantor Kejari Kabupaten Bandung, Baleendah, pada Kamis, 26 September 2024.

“Eksekusi terhadap barang bukti yang dinyatakan dirampas untuk negara telah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” ujar Kepala Kejari Kabupaten Bandung, Donny Haryono Setyawan.

Donny menjelaskan, barang bukti tersebut nantinya dirampas oleh negara. Kemudian uang tersebut akan disetorkan ke kas Negara. “Nantinya akan dikembalikan ke kas negara. Sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) semua barang bukti kasus Doni Salmanan,” katanya.

Jumlah uang yang dikembalikan kepada negara mencapai Rp7.514.192.641, serta uang tunai dalam bentuk Dollar Amerika Serikat sebesar USD1.300, yang setara dengan Rp20.800.000. Aset tersebut diperoleh Doni Salmanan dari hasil promosinya terhadap platform trading Quotex, hingga dari tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Selain uang tunai, sejumlah kendaraan mewah milik Doni Salmanan juga turut dieksekusi dan dirampas oleh negara. Kendaraan-kendaraan ini akan diserahkan ke Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung RI untuk dilakukan perawatan dan proses lelang. Adapun kendaraan roda empat yang disita antara lain:

  1. 1 unit mobil merek Porsche 911 Carrera 4S
  2. 2 unit mobil merek Honda CR-V
  3. 1 unit mobil merek Toyota Fortuner tipe GR
  4. 1 unit mobil merek Lamborghini Huracan Liberty Walk
  5. 1 unit mobil merek BMW 840i coupe M Tech

Eksekusi ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam menyita hasil kejahatan terkait kasus Doni Salmanan.

Adapun kendaraan roda dua yang juga disita meliputi:

  1. 1 unit sepeda motor merek Kawasaki Ninja H2
  2. 1 unit sepeda motor merek Kawasaki Ninja ZX-10R / ZX1000 type ZXT02L
  3. 1 unit sepeda motor merek KTM 500 EXC-F Six Days
  4. 1 unit sepeda motor merek BMW S 1000 RR3
  5. 1 unit sepeda motor merek Ducati Superleggera V4
  6. 1 unit sepeda motor merek Kawasaki ZX-25R
  7. 1 unit sepeda motor merek Yamaha Scorpio
  8. 5 unit sepeda motor merek Yamaha Gear 125
  9. 2 unit sepeda motor merek Honda Beat

 

Bangunan rumah dan bidang tanah yang disita mencakup:

  1. Rumah yang terletak di alamat:
    Jalan Candra Asih Perumahan Kota Baru Parahyangan Tatar, Candra Resmi, Nomor 11
    Kelurahan Cipeundeuy, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
  2. Rumah yang beralamat di:
    Jalan Soreang Banjaran RT 05, RW 06
    Desa Soreang, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Sebagai informasi, kasus ini ditindaklanjuti berdasarkan laporan dari para korban yang terjerat dalam tipu daya Doni Salmanan. Namun, di sisi lain, penyitaan aset tersebut menuai pertanyaan dari para korban. Mereka mempertanyakan mengapa aset yang disita oleh negara tidak dikembalikan kepada mereka, melainkan justru dikuasai oleh negara.

“Doni Salmanan ini terbukti melakukan tindak pindana penipuan dan juga TPPU. Dalam undang-undang itu ancaman pidananya kumulasi. Selain dijatuhi pidana penjara, juga ada perampasan barang hasil kejahatan,” kata pakar hukum dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Nandang Sambas, Selasa (1/10/2024).

Walaupun banyak yang menganggap keputusan ini tidak adil bagi para korban, terdapat faktor lain yang menyebabkan aset Doni Salmanan tidak ‘dibagikan’ kepada mereka. Nandang menilai bahwa hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Pencucian Uang, yang mengatur tentang pengelolaan dan penyitaan aset hasil kejahatan.

“Kesimpulannya gini, bahwa Doni Salmanan terbukti melakukan TPPU, maka sesuai dengan ketentuan di Undang-undang tentang pencucian uang selain dia dipenjara, dirampas hasil kejahatannya. Persoalan selanjutnya menurut kacamata kriminologi, ini menjadi tidak adil, padahal sebetulnya yang melaporkan kasus ini para korban,” ungkapnya.

“Masalahnya Doni Salmanan tidak langsung dapat uang dari korban langsung. Dia lebih dapat komisi dari aplikasi yang kerja sama dana dari para korban. Kan tidak langsung transfer ke Doni Salmanan, Doni ini dapat uang dari bandarnya. Karena tidak langsung, makanya dirampas negara,” jelas Nandang.

Nandang menjelaskan bahwa dalam kasus penipuan tertentu, kerugian dapat dikembalikan kepada korban ketika pelaku langsung menipu mereka. Namun, situasi ini berbeda dengan kasus Doni Salmanan, di mana kerugian yang dialami korban justru mengalir ke bandar. Doni Salmanan sendiri mendapatkan bagian dari bandar karena berhasil menarik banyak korban untuk melakukan trading di aplikasi tersebut.

“Beda dengan kejahatan-kejahatan seperti kejahatan konvensional arisan bodong atau penipuan travel. Jelas dia yang menghimpun dan melakukan penipuan dan uang yang didapatkannya harus dibagikan lagi ke korban. Kalau ini enggak, makanya diambil negara,” tuturnya.

Also Read

Tags