Bupati Lampura: Tahun 2024 Lampung Utara Harus Bebas Stunting
Karawang, Mediaseruni.co.id – Kabupaten Lampung Utara merupakan salah satu dari 360 Kabupaten dan Kota yang ditetapkan menjadi Lokasi Focus (Lokus) Intervensi Stunting Terintegrasi.
Riset kesehatan 2013 tercatat balita stunting mencapai 16,8 persen, dan 2018 Prevalensi Stunting mengalami kenaikan menjadi 26,64 persen, kemudian pada tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 9,6 persen dan pada 2020 Prevalensi Stunting dapat ditekan menjadi 7,4 persen.
“Pemenuhan gizi yang belum tercukupi dapat menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan, baik pada ibu maupun anak. Salah satu gangguan kesehatan yang berdampak pada anak-anak yaitu stunting atau tubuh pendek akibat kurang gizi kronis, yang mana nantinya dapat berimbas pada kualitas Sumber Daya Manusia pada anak,” kata Bupati Lampung Utara H. Budi Utomo.S.E.M.M.
Bupati mengatakan itu usai acara Rembuk Stunting Strategi Konvergensi Penanggulangan dan Pencegahan Stunting di Ruang Siger Setdakab Lampung Utara, Kamis 3 Juni 2021. Dijelaskannya, masa depan bangsa dan masa depan daerah terletak pada anak-anak sebagai penerus bangsa. Dimana generasi penerus inilah kelak akan menjadi pelaku pembangunan di masa mendatang.
“Generasi penerus merupakan pemegang tongkat estafet untuk membangun bangsa dan daerah, dari merekalah akan tumbuh calon- calon pemimpin-pemimpin daerah, pemimpin bangsa, pemimpin dunia,” ujar Bupati Budi.
Terlepas dari itu, lanjut Budi, untuk mewujudkan Lampura bebas dari Stunting tahun 2024, maka semua harus memiliki Komitmen. Setidaknya terdapat dua solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan stunting ini, yaitu dengan intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
“Intervensi spesifik diarahkan untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung masalah stunting. Sedangkan intervensi sensitif diarahkan untuk mengatasi akar masalahnya dan sifatnya jangka panjang,” terang Budi.
Bupati melanjutkan, kekurangan gizi terjadi sejak bayi masih dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Karena itu kunci utama dalam pencegahan dan penanganan kasus stunting adalah pada 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK), sehingga perhatian kepada ibu hamil dan balita di bawah dua tahun (Baduta), baik melalui intervensi gizi spesifik maupun intervensi senstif perlu terus diupayakan.
“Saya harapkan intervensi tidak hanya dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga dilaksanakan oleh sektor yang lain. diantaranya melalui penyediaan pangan yang aman dan bergizi, pembangunan sanitasi, air bersih dan yang terutama pemahaman secara baik, serta kepedulian individu dan masyarakat untuk mengoptimalkan perannya dalam upaya penanggulangan stunting,” pungkas Budi. (Rfi/Mds)
