Kediaman Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, yang berlokasi di Jakarta Selatan, menjadi target penggeledahan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan penggeledahan tersebut terkait erat dengan penyelidikan dalam dugaan kasus suap yang melibatkan aliran dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, penggeledahan ini dilakukan untuk mengungkap bukti-bukti baru dalam skandal yang menyeret nama-nama penting di lingkup pemerintahan. Kasus ini memperlihatkan bagaimana kekuasaan bisa rentan disalahgunakan, terutama ketika uang publik digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Penggeledahan dilakukan penyidik terkait dugaan tindak pidana korupsi (TPK) pengurusan dana hibah untuk pokmas dari APBD Provinsi Jawa Timur 2019 sampai dengan 2022,” kata jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Selasa (10/9/2024).
Kasus suap terkait dana hibah di Pemerintah Provinsi Jawa Timur bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada tahun 2022. Peristiwa ini menjadi titik awal terbukanya skandal korupsi, di mana KPK menangkap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak, dalam OTT yang digelar pada 16 Juli 2022. Layaknya membuka kotak Pandora, operasi tersebut mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas, memunculkan dugaan kuat bahwa dana hibah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, justru dialihkan untuk kepentingan pribadi.
Dalam kasus suap dana hibah tersebut, KPK kemudian menetapkan empat orang sebagai tersangka. Di antaranya adalah Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, bersama staf ahlinya, Rusdi, yang berperan sebagai penerima suap. Sementara itu, dua tersangka pemberi suap adalah Abdul Hamid, Kepala Desa Jelgung di Kecamatan Robatal, Sampang, yang juga berfungsi sebagai Koordinator Kelompok Masyarakat, serta Ilham Wahyudi, yang dikenal sebagai Eeng, Koordinator Lapangan dari Kelompok Masyarakat tersebut. Kasus ini memperlihatkan bagaimana praktik korupsi merembes hingga ke akar masyarakat lokal, menciptakan lingkaran setan suap yang menggerogoti keadilan sosial.
Tim penyidik KPK melanjutkan pengembangan dalam penyelidikan kasus tersebut. Pada bulan Juli 2024, KPK mengumumkan bahwa puluhan orang telah ditetapkan sebagai tersangka baru dalam skandal ini. Langkah ini ibarat melempar batu ke dalam kolam, menyebabkan gelombang-gelombang baru yang mengungkap lebih banyak keterlibatan dalam praktik korupsi yang sudah mengakar. Pengumuman ini menunjukkan komitmen KPK untuk membersihkan sistem dari praktik korupsi, yang telah lama mencoreng citra pemerintahan dan merugikan masyarakat luas.
“Kami sampaikan bahwa pada tanggal 5 Juli 2024 KPK menerbitkan sprindik terkait dugaan adanya TPK dalam pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat atau pokmas dari APBD Provinsi Jatim tahun anggaran 2019 sampai dengan 2022,” kata jubir KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/7).
Tessa mengungkapkan bahwa total ada 21 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dari jumlah tersebut, empat di antaranya adalah penerima suap, sedangkan 17 lainnya merupakan pemberi suap. Dengan pemisahan ini, KPK berusaha menggambarkan secara jelas siapa saja yang terlibat dalam jaringan korupsi ini, menciptakan sebuah peta yang menunjukkan aliran suap dari pihak pemberi kepada penerima. Hal ini menandakan upaya serius dalam menegakkan hukum dan mengatasi praktik korupsi yang merugikan kepentingan publik.
KPK mengungkapkan bahwa keempat tersangka yang menerima suap adalah penyelenggara negara. Sementara itu, dari total 17 tersangka pemberi, 15 di antaranya berasal dari pihak swasta, sedangkan dua lainnya juga merupakan penyelenggara negara.
Abdul Halim Iskandar Pernah Diperiksa sebagai Saksi
Abdul Halim Iskandar juga telah diperiksa sehubungan dengan kasus ini. Dia menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Kamis, 22 Agustus. Proses pemeriksaan ini berkaitan dengan posisi yang pernah dijabatnya sebagai Ketua DPRD Jawa Timur pada periode 2014-2019. Hal ini menunjukkan keterkaitannya dalam konteks penyelidikan, di mana peranannya di masa lalu menjadi fokus dalam mengungkap fakta-fakta yang relevan dengan kasus suap ini.
Usai menjalani pemeriksaan, Abdul Halim menyatakan bahwa ia telah memberikan informasi sejelas mungkin kepada penyidik KPK. Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam penerimaan aliran suap yang menjadi pokok kasus tersebut. Pernyataan ini menunjukkan upayanya untuk membela diri dan memberikan klarifikasi terkait keterlibatannya, sembari berharap bahwa kebenaran dapat terungkap melalui proses penyelidikan yang sedang berlangsung.
“Jadi, semua sudah saya sampaikan, pertanyaan saya jawab lengkap, tidak ada satu pun yang terlewat,” katanya di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (22/8).
“Nggak, nggak pernah (terima dana pokir),” sambungnya.