JURNALIS Om Peres baru selesai salat Jumat. Kebiasaannya kalau salat Jumat pasti di masjid dekat kantor. Sehingga sesiang itu pun ia sudah terlihat berleha-leha di kantor redaksinya.
Kopi panas sudah diseruput tiga kali, rokok merek garpit pun sudah disedot lima kali. Om Peres benar-benar menikmati waktu nyantainya. Apalagi laporan liputan hari itu tuntas sebelum jumatan tadi.
Dari dalam ruang redaksi mendadak terdengar suara keras. “Peres, kesini dulu kau. Bantu abang bereskan kerjaan kawanmu ini.”
“Waduh, ada apa ini, bang Pemred teriak-teriak. Kerjaan siapa juga mau dibereskan,” gumam Om Peres sembari bergegas masuk ke ruang redaksi.
Barusan tadi Om Peres memang tengah nyantai di halaman samping kantor. Disitu ada tempat bersantai sambil ngopi. “Beresin kerjaan siapa bang.”
Pemred Aidin memperlihatkan naskah di dalam layar komputer. “Naskahnya sudah bagus, bahasanya pun sudah mengalir, tertata. Hanya leadnya saja masih perlu dirapikan.”
Sekejap Om Peres mencermati naskah berita di layar komputer. “Naskah si abang Melayu rupanya, bang.”
Om Peres menyebut panggilan salah seorang kontributor di daerah Sumatera. Dengan rekan-rekan kontributor dia memang akrab.
“Cuma perlu dipahami saja, yang mau diberitakan si abang itu apa, nah, tuangkan deh jadi lead berita,” ucap Om Peres.
Memang, di redaksinya Om Peres ini bukan cuma seorang jurnalis tapi dia juga redaktur yang tugas melakukan pengeditan naskah berita.
Biasanya untuk urusan-naskah berita jurnalis-jurnalis baru yang baru bergabung dengan medianya, semuanya diserahkan kepada Om Peres.
Sesama jurnalis Om Peres tahu betul yang menjadi kendala jurnalis pemula saat akan menyusun bahan berita yang didapat di lapangan menjadi naskah berita, yakni kalimat pertama yang akan ditulis.
Sebagai jurnalis yang pernah menjadi jurnalis pemula, Om Peres pun mengalami saat-saat kebingungan ketika memulai menulis naskah berita. Biasanya kalimat pertama yang akan dituliskan. Kalimat pertama ini akan menentukan kelancaran kalimat-kalimat berikutnya.
“Yang mau kau tulis apa Peres?”
“Berita, bang.”
“Iya, abang tahu kau mau menulis berita, tapi berita apa yang mau kau tulis.”
“Kecelakaan bang, tukang becak diserempet mobil di Jalan Kertabumi, tapi tukang becak dan penumpangnya selamat.”
“Nah, kau tulis lah itu jadi lead beritanya, Tukang becak diserempet mobil di Jalan Kertabumi, tapi tukang becak dan penumpangnya selamat.”
Om Peres tertawa sendiri kalau mengingat itu. Bang Ari, demikian nama redakturnya kala itu. Dia alumni IISIP Lenteng Agung Jurusan Jurnalistik angkatan 96.
Orangnya simpel, dan realitis banget membimbing wartawan pemulanya dengan realita yang terjadi di lingkungan sekitar.
“Gak sulit buat berita kan, Peres? Abang lihat dari tadi kau berpikir sampai berkerut jidat kau. Kalimat yang sudah kau ketik bolak balik kau delete lagi…”
“Iya, bang, bingung aku mau memulai dari mana, sedang data banyak sekali yang sudah aku kumpulkan.”
“Tukang becaknya kau wawancarai?”
“Wawancara.”
“Apa katanya.”
“Penumpangnya minta cepat-cepat, hingga tukangnya becaknya tidak waspada, dan menyeberang jalan tanpa ngasih tanda mau minggir ka arah kanan.”
“Nah, itu, kau jadikan aline kedua. Tinggal kau ganti kata ‘tukang becaknya’ jadi ‘saya’ karena itu kan ucapan tukang becaknya.”
Dan, Om Peres ketika itu langsung senyum-senyum sambil garuk-garuk kepala. Begitu gampangnya Redaktur Ari menyampaikan kalimat-kalimat beritanya, sedang dirinya sudah lebih setengah jam melototi layar komputer bingung mau menulis apa.
“Eh, kenapa kau senyum-senyum, syaraf kau nanti. Udah kau rapikan naskahnya,” suara Pemred Aidin.
“Sudah bang, tinggal ambil di WAG Editor.”
“Good.”
So Pasti. Satu kalimat kata kunci bisa menulis berita adalah “Berita apa yang mau ditulis” maka kebawahnyapun akan lancar. (*)