Update Pemilu Ditunda, Ketua KPU RI: Kami akan Banding
Mediaseruni.co.id, JAKARTA – Putusan PN Jakpus agar Pemilu 2024 ditunda memang mengejutkan. Terkait itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bakal mengajukan banding atas putusan tersebut.
“KPU akan upaya hukum banding. KPU dengan tegas menolak putusan PN Jakpus tersebut,” tegas Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, dikutip Jumat 3 Maret 2023, setelah menegaskan itu kemarin.
Senada itu, Komisioner KPU Idham Holik menambahkan, berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bahwa hanya ada dua istilah ihwal penundaan penyelenggaraan Pemilu.
Istilah itu adalah Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan yang tertuang dalam pasal 431 hingga 433 UU Pemilu.
Pasal 431 UU Pemilu menyebutkan Pemilu lanjutan digelar kala sebagian atau seluruh wilayah Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraaan Pemilu tidak dapat dilaksanakan.
Sementara itu, pasal 432 menjelaskan jika kejadian dalam pasal 431 mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, maka dilakukan Pemilu susulan.
Secara terpisah, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Dr. Denny Indrayana, S.H, Ph.D menilai pengadilan negeri tak punya kompetensi untuk menunda pemilu.
“Tidak bisa, pengadilan negeri tidak punya kompetensi untuk menunda pemilu. Putusan-putusan yang di luar yuridiksi seperti ini, adalah putusan yang tak punya dasar, dan karenanya tidak bisa dilaksanakan,” ungkap Denny.
Denny menjelaskan, penundaan pemilu bisa dilakukan apabila situasi kondisi tak memungkinkan, seperti terjadinya perang atau bencana alam.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024 harus dilawan habis-habisan secara hukum.
Menurut Mahfud, penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertentangan dengan UU tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.
“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” ungkap Mahfud.
Sementara Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva pun tak kalah kagetnya. Hal itu disampaikan lewat akun Twitter-nya, yajg mempertanyakan kompetensi hakim dalam membuat putusan penundaan Pemilu.
“Walaupun masih putusan tingkat PN yang masih bisa banding dan kasasi, tetapi perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut,” ucap Zoelva.
Hamdan menambahkan seharusnya sengketa administrasi pemilu merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilu dan Peradilan Tata Usaha Negara. Sementara untuk sengketa hasil Pemilu merupakan kewenangan MK.
Seharusnya difahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompotensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK,” kata Hamdan.
“Tidak ada kewenangan PN memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verifikasi dan bukan kompetensinya, karena itu putusannyapun menjadi salah,” pungkasnya. (mds/berbagai sumber)
Editor Azhari