Di wilayah Guizhou, China, terdapat sebuah keajaiban geologi yang berhasil menarik minat penduduk setempat maupun para pengunjung dari luar. Fenomena ini disebut sebagai ‘gunung bertelur.’ Kejadian unik ini dapat ditemukan di tebing bernama Chan Da Ya, yang sering kali diibaratkan sebagai ‘telur batu.’ Bentuk dan struktur tebing yang mencolok ini menciptakan ilusi seolah-olah gunung tersebut sedang ‘memproduksi’ batuan menyerupai telur, sehingga memicu rasa ingin tahu dan kekaguman bagi siapa pun yang menyaksikannya.
Menurut keterangan warga setempat, fenomena ‘tebing bertelur’ yang terletak di tenggara China ini secara periodik menghasilkan batu-batu bulat besar dengan berat yang mencapai 300 kg. Diceritakan bahwa batu-batu yang menyerupai telur ini akan terjatuh dari tebing setiap tiga dekade atau lebih. Masyarakat percaya bahwa proses ini adalah siklus alami yang menambah daya tarik dan misteri di sekitar tebing tersebut, seolah-olah gunung ini memiliki ritme kehidupan sendiri yang berulang.
Kok Bisa, Tebing ‘Bertelur’?
Hingga kini, para ilmuwan belum memberikan penjelasan resmi mengenai misteri fenomena tersebut. Informasi ilmiah yang telah ada menunjukkan bahwa tebing ini terdiri dari batuan berkapur yang terbentuk sekitar 500 juta tahun yang lalu, pada era Kambrium. Batuan ini mencerminkan perjalanan waktu yang panjang dan berkontribusi pada keunikan geologi kawasan tersebut. Meskipun terdapat spekulasi dan teori, pengetahuan mengenai proses yang menyebabkan ‘gunung bertelur’ masih menjadi teka-teki yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Dr. Wang Shangyan, seorang ahli dari Bureau of Geology and Mineral Exploration and Development of Guizhou, mengemukakan bahwa ‘telur batu’ yang menarik perhatian tersebut sebenarnya adalah gumpalan yang terbentuk dari molekul kalsium karbonat di lautan dalam sekitar 500 juta tahun yang lalu, pada masa Periode Kambrium. Penjelasan ini memberikan wawasan mengenai asal-usul geologi fenomena tersebut, mengindikasikan bahwa batu-batu bulat besar ini merupakan hasil dari proses alami yang berlangsung selama jutaan tahun, menciptakan bentuk yang unik dan menarik di tebing Chan Da Ya.
“Telur-telur ini adalah konkresi yang terbentuk dari jenis batuan yang lebih keras yang sebagian besar terdiri dari silikon dioksida atau kalsium karbonat, yang tertanam dalam matriks batuan yang lebih lunak. Seiring berjalannya waktu, saat tebing terkikis karena kondisi cuaca seperti hujan atau tanah longsor, formasi batu yang lebih keras ini menjadi lebih terbuka dan akhirnya jatuh atau lebih terlihat, sehingga tampak seperti diletakkan oleh gunung,” paparnya.
Dalam sebuah karya berjudul Scary Phenomena, Dr. Wang menjelaskan bahwa seiring berjalannya waktu, laut dalam telah bertransformasi menjadi gunung-gunung yang menjulang tinggi. Gumpalan-gumpalan kalsium karbonat ini, yang terbentuk di dasar lautan, kini tertanam di dalam pegunungan. Menariknya, batu lumpur yang menyusun pegunungan tersebut mengalami proses pelapukan yang lebih cepat dibandingkan dengan gumpalan-gumpalan tersebut. Akibatnya, fenomena ini menciptakan ilusi seolah-olah tebing melahirkan ‘telur-telur’, memberikan penampilan yang unik dan misterius pada formasi geologis di sana.
Pendapat Dr. Wang sebagian besar didukung oleh Profesor Xu Ronghua dari Institute of Geology and Geophysics, Chinese Academy of Sciences. Meski demikian, Profesor Xu mengemukakan bahwa gumpalan yang ditemukan di tebing tersebut terdiri dari silikon dioksida, bukan kalsium karbonat seperti yang diungkapkan oleh Dr. Wang. Perbedaan ini menambah kompleksitas pemahaman kita tentang fenomena geologi yang unik ini dan menunjukkan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengungkap asal usul dan proses pembentukan ‘telur batu’ tersebut.
“Bentuk bulat atau bola memiliki luas permukaan terkecil dibandingkan dengan bentuk lain dengan volume yang sama. Dengan demikian, molekul-molekul akan membutuhkan usaha paling sedikit untuk membentuk bola daripada bentuk-bentuk lainnya,” kata Prof. Xu.
Menurut Prof. Xu, faktor air yang mengalir turut berkontribusi pada pembentukan bulat gumpalan-gumpalan tersebut. Dia juga mencatat bahwa fenomena yang serupa telah ditemukan di Beidaihe, yang terletak di China utara, serta di Xinjiang di wilayah barat laut China.
Menarik untuk dicatat bahwa masyarakat setempat memandang telur batu ini sebagai simbol keberuntungan. Mereka tidak hanya mengumpulkannya, tetapi juga sering kali memuja batu-batu tersebut, percaya bahwa benda-benda ini mampu mendatangkan keberuntungan dan kemakmuran. Karakteristik khas dari tebing “bertelur” ini telah menjadikannya sebagai daya tarik wisata kecil, meskipun lokasinya yang terpencil dapat menghambat pertumbuhan sektor pariwisata di daerah tersebut. Meskipun begitu, pesona misteriusnya tetap menarik minat para pengunjung.