Libatkan Ulama untuk Memerangi Pandemi Covid-19
Karawang, mediaseruni.co.id – Barusan, saya mendapat telepon dari teman saya. Dia wartawan juga sama seperti saya. Cuma dia bertugas di Kabupaten Purwakarta dan saya di Karawang. Hari ini dia menyelesaikan isolasi mandiri (isoman) nya, setelah dua minggu lalu terpapar Covid, dan sekarang tinggal menunggu jadwal swab tes untuk memastikan kondisi kesehatannya sudah benar-benar sehat.
Sepengetahuan saya, teman saya itu sudah dua kali Vaksin dan tidak mungkin vaksin untuk ketiga kalinya, karena vaksin yang diperbolehkan cuma dua kali. Alhamdulillah, ketika terpapar Covid imun di tubuhnya sudah kuat karena telah divaksin, sehingga virus yang menyerang pun dapat terkendali. Dia hanya membutuhkan waktu untuk menstabilkan kesehatannya dengan cara isoman.
Tetapi, kita disini tidak berbicara soal vaksin, melainkan apa yang dirasakannya selama menjalani isoman. Vitamin dan asupan gizi yang dikonsumsi hanya sebatas mendukung kesembuhan. Karena obat yang sesungguhnya adalah ketenangan jiwa. Makanya ketika saya suatu kali menelepon dia untuk meminta pendapat terkait organisasi yang kebetulan dia juga sebagai Sekretarisnya, dia langsung memotong. “Bro punten, saya sedang isoman. Untuk sementara saya tidak mau mendengar persoalan apapun…”
Saya sempat kaget dan bertanya dalam hati, kok seperti itu. Kalau isoman, ya tinggal menjalan proses isolasi, konsultasi dengan puskesmas, minum vitamin dan makanan bergizi. Ternyata seperti itu. Karena barusan tadi saya baru tahu, kalau yang dia butuhkan itu cuma satu. Ketenangan…. selebihnya hanya mendukung kesembuhan. Karena mau sebanyak apapun vitamin dan asupan bergizi yang masuk kalau jiwa merasa cemas dan waswas, Covid tidak bakalan pergi.
“Ane sedih banget, ngeliat keluarga Ane di rumah. Ane yang jadi sandaran mereka ga bisa berbuat apa-apa. Sempat beberapa hari Ane masih menulis berita seputar Covid-19, tetapi yang terjadi Ane malah cemas. Tahu, kenapa Bro… Karena saat itu Ane pun terpapar Covid. Jadi Ane juga takut mengalami seperti dialami saudara-saudara kita itu… Pada saat Ane merasa cemas saat itu juga Ane merasa kondisi kesehatan Ane tidak baik-baik saja….”
Demikian, teman saya itu hanya butuh ketenangan, motivasi dan suport untuk kesembuhannya. Karena semangat untuk sembuh itu justru itulah obat mujarab untuk meningkat imun di tubuh. “Jangan biarkan pasien Covid itu sendirian apalagi sampai dikucilkan. Tapi berilah mereka semangat karena semangat untuk sembuh itu satu-satunya senjata mereka untuk melawan Covid.”
Sebelum pamit dan bilang Hari Senin besok akan Swab Tes, dia mengatakan dalam kondisi sekarang ini peran ulama sangat besar sebagai obat penyembuh juga senjata ampuh melawan covid. Karena menurut teman saya itu yang dibutuhkan saat ini tidak sekedar vaksinasi Covid-19 tetapi juga siraman rohani untuk menenangkan hati dan jiwa. Dan itulah yang dia lakukan dengan mendengar tausiyah dan salawatan selama menjalani isoman.
Ulama sebagai obat penyembuh dan senjata melawan Covid? Saya setuju. Karena diakui atau tidak, masyarakat lebih mendengar suara ulama ketimbang Satgas Covid-19. Kalau boleh berpendapat, saat ini, suara Satgas Covid-19 hanya sampai ketika warga bersangkutan berada dipinggir jalan dan nurut melaksanakan protokol kesehatan, tetapi setelah sampai lingkungan rumah, boro-boro ingat bahkan mengingatnya pun mungkain enggan.
Berbeda dengan ulama, suaranya akan sampai bahkan ketika warga bersangkutan pun telah memasuki rumahnya. Insya Allah protokol kesehatan akan tetap diingat sekalipun dalam kondisi tidur. Sayangnya, pemerintah pun seakan melupakan Wakil Sang Maha Pencipta ini di bumi. Sehingga bisa jadi juga, mungkin, karena merasa sudah tidak dibutuhkan maka Sang Khalik pun menyuruh pulang para ulama.
Kira-kira seperti itu. Disini saya hanya menegaskan, bahwa Allah Maha Adil, Dia memberi penyakit sekaligus obatnya. Allah Maha Penyayang, Dia tidak akan menghancurkan bumi selama bumi itu masih dibutuhkan ummatNya. (Mds)
