Gandrung Vaksin Dimana-mana, Sudah Perlukah Dosis Booster bagi Kita
Karawang, mediaseruni.co.id – Gandrung vaksin dimana-mana, demikian yang tersimak dalam beberapa bulan terakhir. Serasa anggapan ‘besok mau mati’ maka dimana-mana, dari pusat kota sampai ujung desa, yang terlihat adalah saling berlomba berburu vaksin gratis untuk mendapatkan harapan hidup. Maklum, ‘vaksin kehidupan’ ini lumayan mahal, kalau dalam keadaan normal harganya bisa mencapai ratusan ribu bahkan jutaan rupiah untuk satu kali suntik.
Beberapa yang beruntung bahkan sudah mendapatkan dua kali vaksin, sebagian lagi masih menunggu vaksin kedua, namun ada yang masih berkutat dengan perburuannya menyirab kabar disana-sini mencari-cari para penyelenggara vaksin gratis. Sementara sebagian orang lagi malah ada yang bersikap masa bodo ada vaksin atau tidak karena beranggapan ada vaksin atau tidak kehidupan masih tetap berjalan.
Belakangan bahkan mulai menyeruak kabar akan diselenggarakannya vaksin ketiga dengan dosis booster, dan secara gratis pula (gratis; tidak ada yang gratis dalam istilah bisnis, apalagi bagi pengusaha yang semuanya berdasarkan untung dan rugi. Pemerintah membayar vaksin itu dengan harga sangat mahal dan membagikannya kepada rakyatnya secara gratis). Tentu saja, dan vaksin ketiga dengan dosis booster ini akan diberikan kepada mereka yang sudah lengkap vaksinnya atau dua kali vaksin.
Disini ada hal menarik yang kemudian menjadi pertanyaan mengenai rencana menggelontorkan vaksin ketiga atau dosis booster. Selain harganya tentunya saja sangat mahal; untuk vaksin dosis pertama dan kedua saja sudah mencapai jutaan rupiah, yang jadi pertanyaan sudah perlukah suntikan dosis booster itu diberikan?
Menarik tentu saja, apalagi Organisasi Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization) pun mulai mengkritisi beredarnya vaksin dosis booster ini. Bahkan, Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization) Soumya Swaminathan pun ikut mempertanyakan hal ini. Karena menurut Swaminathan suntikan harus berdasarkan ilmu pengetahuan dan data, bukan pada masing-masing perusahaan yang menyatakan bahwa vaksin mereka perlu diberikan sebagai dosis booster.
WHO menilai bisa saja ke depan suntikan booster diperlukan, tapi hingga saat ini, WHO berpandangan suntikan booster belum diperlukan. “Saat ini WHO masih yakin suntikan dua dosis vaksin Covid-19 sudah cukup untuk melindungi diri dari virus. Meski begitu, protokol kesehatan harus tetap dipatuhi,” ucap Swaminathan, dikutip dari Reuters.
Bahkan Kepala Program kedaruratan WHO Mike Ryan menilai bahwa vaksin itu seperti ‘kue’ (kue; dalam artian kue dagangan yang diproduksi tukang kue dan dijual para pedagang dengan cita rasa yang lezat dan nikmat, sehingga menimbulkan rasa berpenasaran dan setiap orang ingin memakannya). Akan tetapi dalam ‘falsafah kue’ tentulah tidak seperti itu.
Para pembuat kue itu pun membuat kue dengan penuh pertimbangan dan perhitungan. Dia tidak akan membuat kue lapis untuk disantap tengah hari bolong, karena kue lapis itu akan terasa nikmat jika dimakan pagi hari. Berbeda kue donat dengan lapisan meleleh di dalamnya atau berbagai toping lezat dipermukaannya, maka akan terasa lebih nikmat jika disantap siang hari. “Ini adalah orang-orang yang ingin memiliki kue dan memakannya, dan kemudian mereka ingin membuat kue lagi dan memakannya juga,” ucap Ryan. (*)
