JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara tegas membantah isu masif terkait aktivitas pertambangan ilegal di lereng Gunung Slamet. Setelah serangkaian peninjauan mendalam, ESDM memastikan bahwa area bukaan lahan yang sebelumnya memicu kekhawatiran publik di lereng barat daya Gunung Slamet, tepatnya di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, saat ini dipastikan tidak lagi menunjukkan aktivitas pertambangan. Klarifikasi ini menjadi angin segar di tengah kekhawatiran akan dampak lingkungan dan potensi kerugian negara akibat eksploitasi sumber daya alam secara ilegal.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) ESDM, Jeffri Huwae, dalam keterangan resminya kepada mediaseruni.co.id, menegaskan bahwa peninjauan lapangan yang dilakukan oleh Ditjen Gakkum ESDM pada 13 Desember 2025 mengonfirmasi bahwa lahan tersebut kini telah ditinggalkan dan tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan. Bahkan, kondisi terkini menunjukkan proses pemulihan lingkungan telah berlangsung secara alami, di mana area tersebut mulai ditumbuhi rumput serta berbagai vegetasi lainnya yang tumbuh subur.
"Kami juga tidak menemukan tanda-tanda potensi longsor pada bekas bukaan lahan sepanjang 3 kilometer tersebut," ujar Jeffri, seperti dilansir dari laman resmi Kementerian ESDM pada Jumat (26/12/2025). Data citra satelit Sentinel-2 per 30 Mei 2025 turut memperkuat temuan ini, di mana area yang sebelumnya gersang mulai menunjukkan tutupan vegetasi yang kembali rapat, mengindikasikan kuatnya pemulihan ekosistem secara alami.

Related Post
Adapun bukaan lahan yang sempat menjadi pemicu spekulasi publik tersebut, sejatinya merupakan sisa aktivitas yang telah berlangsung lama. Diketahui, kegiatan tersebut terjadi pada periode 2017-2018, dilakukan oleh PT Sejahtera Alam Energi (PT SAE). Ketika itu, PT SAE masih mengantongi Izin Pengusahaan Panas Bumi (IPPB) untuk wilayah Baturraden dan sekitarnya, bukan untuk eksplorasi atau eksploitasi mineral tambang.
Kekhawatiran publik bermula dari pengamatan citra Google Maps, yang memperlihatkan adanya area terbuka sepanjang kurang lebih tiga kilometer, membentang pada elevasi 1.300 hingga 2.000 meter di atas permukaan laut. Visualisasi tersebut sontak memicu spekulasi luas dan kekhawatiran serius di kalangan masyarakat mengenai potensi aktivitas ilegal yang merusak di kawasan hutan lereng Gunung Slamet yang memiliki nilai ekologis dan strategis.
Klarifikasi dari Kementerian ESDM ini diharapkan dapat menepis spekulasi liar dan memberikan kepastian kepada publik, sekaligus menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga integritas lingkungan dan menindak tegas setiap pelanggaran hukum di sektor pertambangan dan energi. Ini juga menjadi sinyal positif bagi iklim investasi yang bertanggung jawab di Indonesia.









Tinggalkan komentar