Jakarta, Mediaseruni.co.id – Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menghadapi tantangan krusial dalam mengusut dugaan kartel suku bunga pinjaman daring (pinjol). Pakar hukum mengingatkan, ketepatan mendefinisikan pasar menjadi kunci keberhasilan investigasi terhadap 97 perusahaan yang bernaung di bawah Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Ningrum Natasya Sirait, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), menyoroti pendekatan "pukul rata" yang dilakukan KPPU. Menurutnya, hal ini justru mengindikasikan lemahnya konstruksi perkara. Pasalnya, platform pinjol yang diperiksa tidak beroperasi dalam pasar yang homogen.
"Di antara terlapor, terdapat penyelenggara pembiayaan syariah seperti Alami Sharia dan Duha Syariah. Mereka beroperasi dengan prinsip akad murabahah, musyarakah, atau qardh, bukan bunga. Klaim KPPU bahwa 97 penyelenggara P2P lending bergerak di pasar identik mengabaikan kompleksitas dan segmentasi industri ini," tegas Ningrum, Rabu (3/12/2025).

Related Post
Lebih lanjut, Ningrum menjelaskan bahwa target pasar industri pinjol sangat beragam. Ada platform yang fokus pada pinjaman produktif untuk usaha ultra mikro dan UMKM, sementara yang lain menyalurkan pinjaman konsumtif mikro. Perbedaan model bisnis, profil risiko, dan perilaku konsumen ini mengindikasikan fragmentasi pasar pinjol.
Ningrum juga menyoroti jumlah pelaku dalam dugaan kartel ini. "Kartel umumnya efektif di pasar oligopolistik dengan sedikit pelaku usaha. Sulit membayangkan kesepakatan yang efektif menyatukan puluhan pelaku usaha. Bahkan kartel dengan sedikit pelaku pun rentan gagal dalam jangka panjang," pungkasnya.
Dengan demikian, KPPU perlu berhati-hati dan cermat dalam mendefinisikan pasar serta mempertimbangkan karakteristik unik dari masing-masing platform pinjol agar investigasi berjalan efektif dan adil.









Tinggalkan komentar