Dugaan Gratifikasi Oknum Ketua Ppp Dpc Pemalang Kpk Wajib Tetapkan Tersangka

Dugaan Gratifikasi Oknum Ketua PPP DPC Pemalang, KPK Wajib Tetapkan Tersangka

Mediaseruni.co.id, PEMALANG – Ketua DPC Partai Pesatuan Pembangunan (PPP) Fahmi Hakim dalam keterangannya, mengakui memperoleh sumbangan dana dalam berbagai jenis kegiatan pada 2021 sampai 2022.

Dikatakan oleh Fahmi Hakim dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Bambang Setyo Widjanarko di Pengadilan (Tipikor) Semarang, Senin lalu (06/03/2023).

Total bantuan yang diterimanya adalah Rp 963 juta untuk sepuluh proposal kegiatan

Uang yang diterimanya besarannya bervariasi antara 20 juta hingga 259 juta dan jumlah bantuan yang terbesar adalah 578 juta untuk pelantikan pengurus PPP se-Kabupaten Pemalang.

Diketahui dalam proses pencairan bantuan itu, seluruhnya dilakukan oleh orang dekat Bupati yakni Adi Jumal Widodo.

“Uang ditransfer oleh Pak Adi Jumal. Informasi Mas Mukti, ada uang usaha di Pak Adi Jumal,” beber Fahmi

Sementara itu, uang untuk keperluan PPP Pemalang itu, ditransfer ke rekening pribadinya sebelum akhirnya diserahkan ke bendahara kegiatan.

Diakui juga oleh Fahmi bahwa dirinya tidak pernah melaporkan penerimaan uang untuk keperluan partai melalui rekening pribadinya.

(Formulir 1 dari KPK yang diperoleh dari Iman Subiyanto, SH.MH)

Menurut IMAM SUBIYANTO.SH.MH Praktisi dan Akademisi pada kantor Hukum Putra Pratama kepada Mediaseruni.co.id Jum’at (10/03/2023) sore menjelaskan dalam edisi kedua bahwa,

Bahwa Dana Sumbangan yang tidak Mengikat dari Pihak Ketiga Pada Perinsipnya tidak dilarang sepanjang bersumber dari sumbangan dana yang tidak bertentangan dengan ketentuan Hukum, namun kalau sumber dana sumbangan tersebut bersumber dari Uang Hasil Kejahatan” atas dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan, artinya Terjadi “GRATIFIKASI”

(Formulir 2 dari KPK, segera yang bersangkutan melaporkan diri)

Gratifikasi definisi dan dasar hukum, pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

BACA JUGA:  Petugas Haji Beradu Kompetensi Sebelum Melayani Tamu Allah

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. pengecualian didalam

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1),”jelas Imam Subiyanto.

Selain itu dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,”

Peraturan yang Mengatur Gratifikasi, pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,

dalam pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku,

Jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK, penjelasan aturan hukum, pasal 12 UU No. 20/2001 dapat didenda

dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,”ungkapnya.

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Sanksi dalam pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001

Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar dan wajib lapor (KPK), pnyelenggara Negara Yang Wajib Melaporkan Gratifikasi yaitu, berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2, meliputi.

BACA JUGA:  Percepat Transisi Energi, PLN Gandeng Mitsubishi Uji Coba Co-firing Amonia dan Hidrogen pada Pembangkit Listrik

Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim dan pejabat negara lainnya, termasuk duta besar, wakil Gubernur,

Bupati/Walikota dan Wakilnya, juga pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis, antara lain, Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD.

Pimpinan Bank Indonesia, Pimpinan Perguruan Tinggi, pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer, Jaksa Penyidik, Panitera Pengadilan, Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek.

Pegawai Negeri

Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999,

sebagaimana telah diubah dengan No. 20 tahun 2001 meliputi :

Pegawai pada, MA, MK

Pegawai pada L Kementrian/Departemen &LPND, pegawai pada Kejagung, pegawai pada Bank Indonesia, pimpinan dan pegawai pada Sekretariat MPR/DPR/DPD/DPRD Propinsi/Dati II.

Pegawai pada Perguruan Tinggi Pegawai pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Keppres maupun PP

Pimpinan dan pegawai pada Sekr. Presiden, Sekr. Wk. Presiden, Sekkab dan Sekmil, Pegawai pada BUMN dan BUMD

Pegawai pada Badan Peradilan, Anggota TNI dan POLRI serta pegawai Sipil dilingkungan TNI dan POLRI, yang dipimpinan dan Pegawai dilingkungan Pemda Dati I dan Dati II,”terang Imam Subiyanto. (Redpel)

 

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan





Stay Connected

2,411FansSuka

146PengikutMengikuti

51PengikutMengikuti

Latest Articles