Mediaseruni.co.id, BADUNG – Keberadaan dan risiko dari aset kripto jadi perhatian bersama otoritas keuangan di Asean. Pasalnya, aset kripto merupakan private digital currency, berbeda dengan sovereign digital currency, yang memang diterbitkan oleh bank sentral.
Hal ini disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo dalam acara Media Briefing Asean Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM), kemarin, dirilis Selasa 27 Maret 2023.
Dody mengatakan itu, saat berlangsung Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral se-Asean dalam rangka Keketuaan Indonesia di Asean akan mendorong pembahasan terkait risiko dan aturan pengawasan terhadap aset kripto.
“Masalah kripto dan stablecoin punya masalah bagaimana seandainya ada ketidakpercayaan pada currency, kemudian siapa nanti yang men-take over, karena ini merupakan private digital currency,” ucap Dody, mengutip bisnis.com.
Beda dengan sovereign digital currency, lanjut Dody, yang kalau ada masalah nanti akan mengambil hak dari bank sentralnya untuk mengatasi itu. Oleh karena itu, Dody mengatakan dibutuhkan kesamaan di antara bank sentral Asean dalam merumuskan aturan dan pengawasan.
“Same business, same risk, and same regulation, antara digital currency dengan yang sifatnya tradisional. Itu yang akan dibangun karena masalah di negara emerging markets lebih berat kalau menyangkut ketidakpercayaan masyarakat,” jelasnya.
Digital currency yang diterbitkan bank sentral, kata Dody, tentunya akan memberikan dampak pada atau risiko terhadap makroekonomi dan sektor finansial, misalnya pada volatilitas aliran modal yang mungkin akan bergerak lebih cepat.
“Pertanyaannya apakah kita bisa memonitor kalau bukan CBDC atau untuk yang kripto? jadi ada kendala impact makrofinansional yang seharusnya otoritas bank sentral itu harus melihat, kita baru bicara jalur keuangan,” kata Dody.
Lebih lanjut, dia mengatakan, jika volatilitas yang ditimbulkan oleh aset kripto tinggi dan sulit dipantau oleh bank sentral, maka perdagangan barang dan jasa akan menjadi sulit dipantau.
“Ujungnya berdampak pada harga, inflasi, ada makro impact yang sebenarnya menjadi tantangan. Oleh karena itu, semua negara, tidak hanya di regional, tapi juga di global mengakui bagaimana harus memonitoringnya, mengaturnya, dan aturan supervisi seperti apa,” jelas Dody. (mds)
Editor Azhari