Antartika Menghijau: Apa Artinya Bagi Perubahan Iklim dan Suhu Global?

Sahrul

Beberapa area di Antartika yang sebelumnya dingin kini mengalami perubahan menjadi hijau. Para ahli mengungkapkan bahwa keberadaan tanaman di daerah tersebut berada pada tingkat yang memprihatinkan akibat terjadinya peristiwa panas ekstrem.

Kekhawatiran tentang perubahan lanskap di benua yang luas ini muncul akibat fenomena tersebut. Para ilmuwan menganalisis tingkat vegetasi di Semenanjung Antartika—sebuah rangkaian pegunungan panjang yang mengarah ke utara menuju ujung Amerika Selatan—dengan memanfaatkan citra dan data satelit. Semenanjung ini telah mengalami pemanasan yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata global.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari University of Exeter, University of Hertfordshire, dan British Antarctic Survey, mereka menemukan bahwa kehidupan tanaman terutama lumut telah meningkat lebih dari 10 kali lipat di lingkungan ekstrem ini dalam empat dekade terakhir.

Thomas Roland, penulis studi dan ilmuwan lingkungan di University of Exeter, mengungkapkan bahwa tingkat penghijauan di wilayah tersebut telah meningkat lebih dari 30% antara tahun 2016 dan 2021 dalam kurun waktu hampir empat dekade. Meskipun sebagian besar bentang alamnya masih diselimuti salju, es, dan batu, area hijau kecil ini telah mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak pertengahan 1980-an.

“Temuan kami mengonfirmasi bahwa pengaruh perubahan iklim antropogenik tidak memiliki batas jangkauannya,” kata Roland dikutip dari CNN.

“Bahkan di Semenanjung Antartika, wilayah ‘liar’ yang paling ekstrem, terpencil, dan terisolasi ini, bentang alamnya berubah, dan dampaknya terlihat dari luar angkasa,” sebutnya.

Antartika, yang dikenal sebagai tempat terdingin di Bumi, baru-baru ini menghadapi peristiwa panas ekstrem. Pada musim panas ini, beberapa daerah di benua tersebut mengalami gelombang panas yang memecahkan rekor, dengan suhu yang meningkat hingga 20 derajat Celsius di atas rata-rata normal sejak pertengahan Juli.

Pada Maret 2022, suhu di beberapa area benua tersebut mencapai angka hingga 20 derajat Celsius di atas rata-rata normal, mencatat perubahan suhu paling ekstrem yang pernah tercatat di bagian planet ini.

Para ilmuwan memprediksi bahwa seiring dengan terus meningkatnya polusi dari bahan bakar fosil yang memanaskan dunia, Antartika akan mengalami pemanasan yang lebih lanjut, dan proses penghijauan di wilayah tersebut kemungkinan besar akan semakin cepat.

Dengan semakin banyaknya area yang menghijau, kemungkinan terbentuknya tanah juga akan meningkat, sehingga wilayah ini dapat menjadi lebih cocok bagi spesies invasif. Hal ini berpotensi mengancam keberadaan satwa liar asli yang ada.

“Benih, spora, dan serpihan tanaman dapat dengan mudah masuk ke Semenanjung Antartika melalui sepatu bot atau peralatan wisatawan dan peneliti, atau melalui rute yang lebih ‘tradisional’ yang dikaitkan dengan migrasi burung dan angin jadi risikonya di sini jelas,” katanya.

Proses penghijauan juga berpotensi mengurangi kemampuan semenanjung untuk memantulkan radiasi Matahari kembali ke luar angkasa. Hal ini disebabkan oleh permukaan yang lebih gelap, yang menyerap lebih banyak panas.

Olly Bartlett, dosen senior penginderaan jarak jauh dan geografi di University of Hertfordshire, menyatakan bahwa meskipun dampak ini kemungkinan hanya bersifat lokal, hal tersebut dapat mempercepat pertumbuhan tanaman seiring dengan terus menghangatnya iklim.

“Pemandangan ikonik ini bisa berubah selamanya,” katanya.

Matthew Davey, profesor madya ekologi fisiologi di Scottish Association for Marine Science dan ahli dalam ekologi tumbuhan serta mikroba kutub, menyatakan bahwa penelitian ini merupakan ‘perkembangan penting’ dalam memahami kehidupan tumbuhan di Antartika.

Davey, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengungkapkan bahwa kemungkinan terdapat lebih banyak vegetasi daripada yang telah diidentifikasi. Menurutnya, metode yang diterapkan oleh para ilmuwan terutama akan mendeteksi padang lumut yang lebih besar dan lebih hijau.

“Namun, kami tahu bahwa ada juga area besar lumut kerak, rumput, dan alga salju hijau dan merah yang juga akan berkontribusi pada area vegetasi di Antartika,” ujarnya.

Walaupun peningkatan luas kehidupan tanaman itu tergolong kecil, ia menambahkan bahwa persentase peningkatannya sangat signifikan. Hal ini menunjukkan adanya tren penyebaran vegetasi, meskipun berlangsung perlahan, di Antartika.

Langkah selanjutnya bagi para ilmuwan adalah menyelidiki bagaimana tanaman mulai menjajah lahan kosong yang baru terpapar akibat mencairnya gletser di Antartika.

Also Read

Tags