Jangan Kaget! Tolak Rupiah di Toko, Denda Rp200 Juta Mengintai!

JAKARTA – Insiden penolakan pembayaran tunai oleh sebuah toko roti terhadap seorang lansia baru-baru ini menggemparkan jagat maya. Peristiwa ini tidak hanya memicu perdebatan sengit mengenai tren digitalisasi pembayaran, tetapi juga menyoroti kembali kewajiban hukum penggunaan Rupiah sebagai alat transaksi yang sah di Indonesia. Bank Indonesia (BI) secara tegas mengingatkan bahwa penolakan Rupiah dapat berujung pada sanksi pidana yang tidak main-main.

Gambar Istimewa : img.okezone.com

Kasus yang viral di platform media sosial tersebut melibatkan sebuah toko roti yang dikabarkan hanya menerima pembayaran nontunai, menolak uang tunai yang disodorkan oleh seorang nenek. Kejadian ini sontak memicu gelombang reaksi publik, mempertanyakan batas-batas adopsi teknologi pembayaran di tengah masyarakat yang masih beragam dalam akses dan preferensi. Fenomena ini mencerminkan dinamika ekonomi modern, di mana kemudahan transaksi digital terkadang berbenturan dengan hak fundamental konsumen untuk menggunakan mata uang resmi negara.

COLLABMEDIANET

Menanggapi polemik ini, otoritas moneter, Bank Indonesia, kembali menegaskan posisinya. Melalui keterangan resminya, BI menyatakan, "Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Rupiah adalah alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak boleh ditolak, kecuali jika terdapat keraguan atas keasliannya." Pernyataan ini menjadi landasan hukum yang kuat bagi setiap transaksi di seluruh wilayah NKRI.

Lebih lanjut, regulasi tersebut secara eksplisit mengatur kewajiban penggunaan Rupiah. Pasal 2 UU Nomor 7 Tahun 2011 menggarisbawahi bahwa Rupiah, baik dalam bentuk uang kertas maupun uang logam, wajib digunakan dalam setiap transaksi pembayaran di Indonesia. Ancaman sanksi pidana menanti bagi pihak yang melanggar ketentuan ini. Berdasarkan Pasal 23 dan Pasal 33 ayat (2) undang-undang yang sama, setiap individu atau entitas yang menolak Rupiah sebagai alat pembayaran atau penyelesaian kewajiban dapat dijerat dengan pidana kurungan maksimal satu tahun dan denda paling banyak Rp200 juta. Aturan ini berlaku untuk setiap transaksi yang bertujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban, dan/atau transaksi keuangan lainnya.

Penegasan ini bukan sekadar formalitas hukum, melainkan pilar penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kedaulatan moneter. Kewajiban menerima Rupiah memastikan inklusivitas keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang mungkin belum sepenuhnya terintegrasi dengan ekosistem pembayaran digital. Bagi pelaku usaha, pemahaman akan regulasi ini krusial untuk menghindari konsekuensi hukum yang serius serta menjaga kepercayaan konsumen. Ini juga menegaskan peran Rupiah sebagai simbol kedaulatan bangsa yang wajib dihormati dan diterima dalam setiap interaksi ekonomi.


Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikutikami :

Tinggalkan komentar