Indian Ocean Gravity Hole, atau Lubang Gravitasi Samudra Hindia, merupakan titik dengan lekukan terdalam dalam medan gravitasi Bumi. Anomali ini menawarkan petunjuk penting untuk menggali sejarah masa lalu Bumi pada zaman purba.
Lubang Gravitasi Samudra Hindia merupakan daerah samudra berbentuk melingkar dengan tarikan gravitasi yang sangat lemah. Permukaan laut di wilayah ini tercatat 106 meter lebih rendah dibandingkan dengan tempat lain di Bumi. Ditemukan pada tahun 1948, asal-usul dari lubang gravitasi raksasa ini, yang secara teknis dikenal sebagai geoid rendah, masih menjadi misteri hingga hari ini.
Lubang gravitasi ini mencakup area seluas 3,1 juta kilometer persegi dan terletak sekitar 1.200 km di barat daya India. Sejak pertama kali terdeteksi oleh ahli geofisika, berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Namun, jawaban mengenai asal-usulnya baru ditemukan pada 2023 melalui penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters, seperti yang dilaporkan pada Jumat (29/11/2024).
Matinya Samudra Tethys
Para peneliti menggunakan 19 model komputer untuk mensimulasikan pergerakan mantel Bumi dan lempeng tektonik selama 140 juta tahun terakhir. Dari simulasi tersebut, mereka berhasil mengungkap skenario yang dapat menghasilkan geoid rendah yang serupa dengan yang ada di Samudra Hindia.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa lubang gravitasi Samudra Hindia terbentuk setelah matinya samudra purba Tethys, yang dulunya terletak di antara superbenua Laurasia dan Gondwana.
Tethys terletak di lapisan kerak Bumi yang bergerak di bawah lempeng Eurasia saat pecahnya Gondwana sekitar 180 juta tahun yang lalu. Selama proses tersebut, pecahan kerak yang hancur tenggelam jauh ke dalam mantel Bumi.
Sekitar 20 juta tahun yang lalu, ketika fragmen-fragmen ini mencapai bagian terdalam mantel, mereka memindahkan material berdensitas tinggi yang berasal dari “gumpalan Afrika”—sebuah gelembung padat magma yang mengkristal dan terperangkap jauh di bawah Afrika. Gumpalan ini memiliki ukuran yang luar biasa, sekitar 100 kali lebih tinggi dari Gunung Everest.
Gumpalan magma berdensitas rendah kemudian naik untuk menggantikan material padat yang tenggelam, sehingga mengurangi massa keseluruhan wilayah tersebut dan melemahkan tarikan gravitasinya.
Para ilmuwan belum dapat mengonfirmasi prediksi model ini dengan data gempa bumi, yang dapat memberikan bukti lebih lanjut mengenai keberadaan gumpalan berdensitas rendah di bawah lubang gravitasi tersebut. Namun, para peneliti semakin menyadari bahwa mantel Bumi dipenuhi dengan gumpalan-gumpalan aneh, termasuk beberapa yang sebelumnya dianggap hilang dan kini muncul di tempat-tempat yang tidak terduga.
Bukan hanya Bumi, eksplorasi di Mars juga telah mengungkap adanya gumpalan dengan berbagai bentuk dan ukuran yang tersembunyi di bawah permukaan planet merah tersebut.