Gunung berapi Erebus di Antartika memuntahkan ‘debu emas’ setiap hari. Debu ini mengalami proses pengkristalan akibat kondisi lingkungan di sekitarnya.
Erebus merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Antartika. Para ilmuwan telah menemukan bahwa gunung ini tidak hanya mengeluarkan gas, uap, dan batuan biasa, tetapi juga memuntahkan mineral berharga dari dalam kawahnya.
Gunung Erebus, yang pertama kali ditemukan oleh Kapten Sir James Clark Ross pada tahun 1841, dinamai berdasarkan nama kapalnya. Dikutip dari Live Science, gunung ini memerlukan lebih dari 130 tahun untuk kembali aktif setelah penemuan tersebut.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1972 dan merupakan salah satu dari 138 gunung berapi yang terdapat di benua dengan jumlah penduduk paling sedikit di dunia. Meskipun demikian, hanya dua dari gunung berapi tersebut yang dianggap aktif.
Meskipun Gunung Erebus tertutup es dan salju, di dalamnya terdapat danau lava cair yang sangat panas, yang telah memuntahkan berbagai material selama lebih dari 50 tahun.
Conor Bacon, seorang peneliti di Lamont-Doherty Earth Observatory di Columbia University, New York, Amerika Serikat, menyatakan bahwa fenomena ini tergolong langka.
“Ini sebenarnya cukup langka, karena memerlukan beberapa kondisi yang sangat spesifik untuk dipenuhi guna memastikan permukaannya tidak pernah membeku,” jelasnya.
Para ilmuwan juga mengungkapkan bahwa selama masa aktivitas vulkanik sebelumnya, Gunung Erebus telah mengeluarkan ‘bom vulkanik’, yaitu bongkahan batu yang sebagian mengalami pencairan.
Dengan tinggi mencapai 3.794 meter, danau di dalam Gunung Erebus secara rutin mengeluarkan gas dan uap yang mengandung kristal-kristal kecil berukuran sekitar 20 mikrometer yang kaya akan emas metalik.
Walaupun terdengar sedikit, Gunung Erebus mampu memproduksi sekitar 80 gram bintik emas setiap harinya. Total nilai dari debu berharga ini diperkirakan mencapai USD 6.000, yang setara dengan Rp 91,3 juta.
Namun, debu-debu emas ini diangkut oleh gas panas dengan suhu mencapai 1.000 °C ke permukaan, lalu mengkristal di atas permukaan lava yang berkerak akibat pengaruh lingkungan.
Diduga, partikel-partikel emas ini bergerak melalui udara, sehingga debu emas tersebut terdeteksi terbang hingga lebih dari 900 km dari gunung berapi.
Philip Kyle dari New Mexico Institute of Mining and Technology menyatakan bahwa proses pembentukan emas dari material yang dikeluarkan oleh gunung berapi ini dipengaruhi oleh karakteristik Erebus yang relatif lebih tenang dibandingkan dengan gunung berapi aktif lainnya.
Gunung Erebus mengeluarkan gas dengan laju yang lambat, memberikan kesempatan bagi partikel emas untuk membentuk kristal secara perlahan. Hal ini berbeda dengan letusan gunung berapi yang sering kali terjadi secara mendadak dan tidak terduga. Para ilmuwan menilai bahwa proses letusan ini sangat unik, sehingga tidak mengherankan jika beberapa ahli berpendapat bahwa fenomena ini hampir mustahil terjadi.