Mediaseruni.co.id, KARAWANG – Masalah kualitas udara yang tidak sehat tidak hanya menjadi isu di Jakarta, tetapi juga di Kabupaten Karawang. Tetapi bukan berarti buruknya udara Jakarta karena udara buruk Karawang.
Data dari Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) menunjukkan bahwa tingkat pencemaran udara di wilayah Kabupaten Karawang mencapai 140 PM 2.5, dengan kelembaban 60%, tekanan udara 1.007, dan suhu mencapai 33°C pada Rabu, 23 Agustus 2023, pukul 15.00 Wib.
Tingkat pencemaran udara seperti ini bukan hanya berdampak merugikan pada manusia dan hewan, akan tetapi juga tumbuhan.
Terkait itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karawang Wawan Setiawan mengungkapkan, Kabupaten Karawang telah dilengkapi tiga alat pengukur kualitas udara.
Ketiga alat pengukur udara ini terletak di wilayah Pemda 2 Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Jalan Tuparev Karawang Wetan, dan di Cikampek.
Meskipun penting, perlu diingat bahwa ketiga alat ini hanya mewakili sebagian wilayah Karawang dengan radius pengukuran 1 kilometer dan terhubung dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
“Ketiga alat itu juga tidak mewakili seluruh Karawang, karena radiusnya hanya 1 kilometer dari alat itu dan terkoneksi dengan kementerian,” ucap Wawan, Rabu 23 Agustus 2023.
Pencemaran udara di Kabupaten Karawang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pembakaran sampah di sekitar alat pendeteksi udara. “Dari tiga titik itu, pembakaran sampah merupakan pencemaran udara yang terus meningkat (tidak sehat),” ungkap Wawan.
Selain itu, tingkat pencemaran udara yang tidak sehat di Kabupaten Karawang juga dipicu emisi kendaraan. Wawan menjelaskan, karena banyak kendaraan, tingkat polusi CO² tinggi, terutama di daerah perkotaan.
Untuk mengatasi masalah ini, kata Wawan, pihak berwenang telah membentuk tim dan bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Karawang untuk mengawasi emisi kendaraan, terutama di kawasan industri.
“Kami sedang membentuk tim untuk mengawasi kawasan tersebut dengan koordinasi bersama Dinas Perhubungan, kami akan melakukan pengecekan emisi,” tandas Wawan.
Sebelumnya, KLHK mengaitkan buruknya kualitas udara di Jakarta dengan pembakaran batu kapur yang terjadi di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Karawang.
Namun, Wawan meragukan klaim ini dan lebih cenderung menyebut bahwa buruknya kualitas udara di Jakarta kemungkinan besar disebabkan oleh emisi kendaraan.
“Asap dari pembakaran batu kapur di Pangkalan mungkin berkontribusi pada pencemaran udara di Jakarta, tetapi saya kira persentasenya kecil,” tegas Wawan.
Meskipun demikian, pihaknya bersedia untuk mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan aktivitas pembakaran batu kapur di Pangkalan.
Namun, ia mengakui bahwa prosesnya mungkin akan sulit karena aktifitas ini dilakukan oleh pengusaha kecil yang mungkin tidak memiliki sumber daya untuk membangun cerobong asap yang tinggi.
“Kami telah memberikan penyuluhan berkali-kali agar aktifitas pembakaran dilakukan di dalam tungku dengan cerobong tinggi, tetapi para pengolah batu kapur ini mungkin tidak memiliki anggaran untuk membangun cerobong asap yang tinggi,” pungkas Wawan. (Yogi/Mds)