Mediaseruni.co.id – KONFLIK politik di Majapahit dampaknya memang sampai ke Pajajaran. Namun karena rakyatnya pun tidak sedikit yang ikut dalam rombongan Gunung Jati, mau tak mau Sang Prabu pun mengambil sikap.
Itulah mengapa Sribaduga membentuk pasukan khusus, lalu secara diam-diam memerintahkan untuk mengawal rombongan sampai ke Hutan Jati Wangi. Bahkan langsung dikomandoi Senapati Kuda Rumpin.
Inilah bentuk kebesaran hati Sribaduga terhadap kerabat-kerabat para penyiar Islam. Sribaduga sudah berjanji pada Sang Istri Siti Fatimah untuk memberi keleluasaan dalam penyiaran Islam.
Sribaduga memang sangat sayang pada Siti Fatimah. Saking sayangnya diapun kerap menyebut sayang dengan panggilan Subang Ranjang.
Terhadap Kanjeng Ampel sebetulnya Sribaduga belum pernah bertemu. Namun, disana ada Kanjeng Gresik dan juga Kanjeng Gunung Jati. Terhadap kedua ulama itu tentu saja Sribaduga tak bisa tinggal diam.
Saat itu, di belahan hutan tengahan Jawa, pria gagah berselubung hitam-hitam memang Senapati Kuda Rumpin adanya, berkata pelan kepada Wiratama Rawa Rawu.
“Perasaanku tak enak. Aku bercuriga pada santri utama Gunung Jati tadi. Harusnya ikut rombongan berputar ke Selatan, malah membawa tujuh orang balik ke arah mana tadi dia datang.”
Wiratama Rawa Rawu angukkan kepala. “Benar, tadi akupun tadi melihat dan sepertinya tergesa-gesa. Aku khawatir di depan pun ada rombongan dan saat ini memerlukan bantuan.”
“Wiratama, sebaiknya bawa tiga orang dan lihatlah kesana.”
“Hmm, baiklah.”
Wiratama Rawa Rawu segera melompat, dan setelah memerintahkan tiga orang ikut dengannya, secepat itu diapun melesat kearah mana tadi santri utama Gunung membawa tujuh orang pengawal rombongan.
Dihadapan Senapati Kuda Rumpin saat itu Dialah Demang Rontowolo. Merasa tadi ucapannya tak digubris lantas menggeram gusar. “Keparat! Jadi kau Senapati. Kemana kawan-kawanmu tadi!?”
Kuda Rumpin mendengki. “Huh! Bukan urusanmu. Apa perlunya kau tahu!”
“Keparat!”
“Dan kau adalah keparat tak tahu diri. Mencari lawan yang tak sepantasnya.”
“Fuah! Dalam peperangan tak pandang lawan. Siapapun kalau jadi lawan harus ditendang!”
“Hmm, begitukah prajurit gagah yang membawa panji-panji kebesaran Majapahit!?”
Demang Rontowolo semakin kesal, namun berusaha dia menyembunyikan. “Kami bukan prajurit Majapahit!”
“Kalau prajurit lalu siapa? Benggol-benggol berseragam prajurit?!”
Demang Rontowolo pun tak dapat menahan geramnya. “Setan! Makin lama mulutmu semakin tajam. Biarlah kusumpal sekalian!”
Demang Rontowolo menerjang. Tetapi Senapati Kuda Rumpin sudah siaga. Demang Rontowolo tak menyangka Kuda Rumpin akan menangkis lantas berputar kesamping, pedang di tangan langsung membabat.
Kosong. Senapati Kuda Rumpin sudah meletik keatas, tahu-tahu pedang sejak tadi dipinggang sudah ditangan dan langsung membacok.
Ternyata tidak. Barusan tadi memang terlihat seperti membacok, namun sebenarnya membabat. “Wuut!” Dan “Crass!”
Demang Rontowolo langsung memekik, disusul gerakannya melompat mundur. Pada saat itu seseorang terlihat melesat dan langsung pegangi tubuh Rontowolo. “Ki Demang! Kau terluka!”
Demang Rontowolo cuma memaki pendek. “Bangsat-bangsat ini ternyata prajurit-prajurit pilihan. Dan, keparat satu ini Senapati…”
“Apa?! Mereka ini prajurit? Dan kau bilang orang berselubung ini Senapati? Dari mana kau tahu…” Orang disamping Rontowolo setengah berbisik.
Sebetulnya, lelaki disamping Rontowolo itu seorang Senapati. Namanya Bogowonto. Senapati Bogowonto inilah Senapati pilih tanding dibawah perintah Patih Udara.
Dia memang diperintahkan ke wilayah perbatasan Majapahit untuk menghalau orang-orang Pajajaran dan Cirebon, yang akan bergabung dengan Kanjeng Ampel di Hutan Jati Wangi.
Terhadap Senapati Kuda Rumpin bukannya dia tidak tahu siapa manusia itu. Kuda Rumpin inilah diantara pendekar Pasundan yang cukup disegani kala itu. Meski dirinya pun belum tentu kalah, namun dia tak ingin misinya di perbatasan Majapahit jadi terbongkar.
Berpikir kesitu, Senapati Bogowonto pun pilih menghindar. “Hmm, sebaiknya kita menghindar. Biarlah lain waktu kita tuntaskan urusan dengan mereka.”
Secepat dia berucap langsung perintahkan Rontowolo bergerak ke Barat. Rontowolo berkerut dahinya. Meski masih menaruh kesal namun berteriak juga dia perintahkan mundur. (bersambung)