SECEPAT tupai melompat santri utama Gunung Jati bernama Kiai Mustofa berseru nyaring, seraya lepaskan pukulan jarak jauh ke arah manusia bertampang kasar yang hendak membokong orang yang dipanggilnya Ki Anom.
“Ki Anom, siapa manusia-manusia ini!?” Kiai Mustofa sapukan tangan menyampok tangan yang mengelebatkan golok.
Luar biasa begitu tangan menyampok tubuh berputar cepat. Entah bagaimana, tahu-tahu si pengelebat golok perdengarkan lengkingan tinggi. Pinggang kirinya serasa remuk ditepuk tangan kiri santri Gunung Jati.
Kepala Dusun Losari bernama Ki Anom tadi tak langsung menjawab melompat mundur begitu tahu yang teriak barusan Kiai Mustofa. “Mereka benggolan hutan sekitar sini!”
“Benggolan Hutan Dieng, kiai…” Suara Abah Unjana setelah hantamkan kaki kanan ke depan. Anggota benggolan yang terkena hantaman terjajar ke belakang.
Benar. Manusia-manusia bertampang kasar didepan memang gerombolan benggolan Hutan Dieng. Sejak kehadiran ulama besar Maulana Malik Ibrahim gerombolan ini tak berkutik, lalu menyingkir jauh sampai ke timur.
Pemimpinnya pria tinggi besar rambut awut-awutan bernama Diyeng Jalu, saat itu perdengarkan tawa keras menghadang Santri Utama Gunung Jati.
“Hoi! Jadi ini pimpinannya. Ha, ha, ha… Aku tak peduli kalian siapa. Kalau mau selamat tinggalkan harta benda kalian!”
Santri utama gunung Jati meradang. “Huh! Benggol busuk! Hutan ini bukan punya moyangmu. Jadi tak ada aturan kami harus tinggalkan barang. Minggirlah! Kami mau lewat!”
“Haa, ha… Boleeeh, boleh saja. Silahkan lewaat, tapi badannya saja dan bawaannya tinggal!”
Diyeng Jalu loloskan golok bengkok panjang dari pinggang. Didepannya, Santri Utama Gunung raba keris di punggang.
Hanya sekejap bentakan Diyeng Jalu, golok besar dipinggang berkelebat cepat. Santri Utama Gunung bergumam pelan. “Hmm, pimpinan benggol ini agaknya tak bisa dianggap enteng. Bisa aku rasakan hawa panas dari goloknya.”
Selesai bergumam Santri Utama Gunung Jati bernama Kiai Motofa meletik tinggi, kakinya terangkat dan tangan kanan menghantam kedepan.
Ini luar biasa, karena disaat menghantam bagian kaki yang terangkat turun cepat, dan tahu-tahu sudah berubah jadi menyambar. Cepat sekali.
Tetapi yang jadi lawan adalah Diyeng Jalu. Seorang teramat disegani dalam dunia benggol. Menerima tendangan kilat enak saja dia menepis. (bersambung)