USAI menikmati kopi hitamnya, Om Peres kembali kepada khitahnya sebagai wartawan jadul yang tetap bersemangat bekerja sambil beramal. Om Peres percaya ada surga khusus yang disiapkan Allah bagi wartawan yang bekerja demi masyarakat.
Akan tetapi, pagi ini Om Peres dibuat melengak. Mata melotot mulut melongo. Ada kemarahan sekaligus prihatin. Dari rasa prihatin ini Om Peres akhirnya memutuskan hari ini tidak meliput. Gara-garanya, ada wartawan tetapi merasa bukan wartawan, namun berita-beritanya sudah terbit di media massa umum yang berbadan hukum.
Ini persoalan serius, serius banget karena menyangkut bukan saja keselamatan rekanan kerjanya, tetapi warga negara Indonesia secara keseluruhan. Bayangkan berapa triliun jumlah warga negara Indonesia saat ini, dan berapa juta masyarakat Karawang sekarang. Kata tidak merasa sebagai wartawan ini, sesungguhnya inipun sebagai bentuk kontijensi alias ketidakpastian profesi.
Tidak merasa pasti sebagai wartawan, tidak merasa pasti seperti orang bekerja dan tidak merasa pasti kalau yang dilakukannya sungguh bermanfaatkan bagi orang banyak. Tetapi produk yang dihasilkan itu berita dan merupakan karya jurnalistik tulen yang didapat dari hasil wawancara, serta sudah melalui proses editing sebelum terbit menjadi berita. Yang mengeditnya juga wartawan yang selama 15 tahun sudah jadi wartawan.
Jadi, ini soal Berita. Berita? Itu makhluk jenis apa? Dibilang makhluk hidup dia tidak bertelur apalagi beranak. Dibilang makhluk mati tapi dia bisa membuat orang menderita, sakit bahkan sampai terbunuh. Makhluk bernama berita ini juga bisa menjadi mesin penghancur yang hebat, bahkan memusnahkan umat. Berita juga bisa menjadi pembunuh berdarah dingin.
Betapa mengerikannya berita, tetapi berita juga bisa menjadi obat. Bisa menjadi dokter, tabib bahkan mengambil peran kiai sekalipun. Ditangan wartawan yang baik berita akan menjadi mesin hebat yang mencetak generasi-generasi cerdas. Ditangan wartawan bertanggung jawab berita bisa menjadi alat canggih mitra pembangunan yang dahsyat. Ditangan wartawan profesional berita bakal menjadi sarana penyampai informasi yang bermanfaat.
Pada saat wartawan akan menuliskan kata pertama dalam naskah beritanya, pada saat itu juga disitu ada nasib seseorang. Bisa saja karirnya terputus atau malah celaka bahkan bisa lebih parah dari itu. Jadi mesti bijak menggunakan kata-kata. Ada saring sebelum sharing. Dibaca ulang sebelum terbit menjadi berita. Ada berbagai pertimbangan sebelum memutuskan. Insyaallah, kedepan akan menjadi wartawan yang baik dan masuk surga bukan makhluk pembunuh berdarah dingin. (azhari)