Mediaseruni.co.id – Kemunculan orang-orang berseragam hitam yang mengaku Laskar Mataram tak pelak membuat kaget Mahisa Kicak dan para Kesatria Darah Jingga.
Orang-orang itu tak cuma berteriak Laskar Mataram, akan tetapi menyebut pula Kalijaga. Kalau Raden Makdum kaget mendengar nama Kalijaga disebut, Mahisa Kicak justru merasa heran dengan sebutan Laskar Mataram.
Memang, Raden Makdum pernah mendengar Kanjeng Gresik Maulana Malik Ibrahim punya murid bernama Kalijaga. Tetapi sampai saat ini, sekalipun belum pernah bertemu dengan orangnya.
Kalau pada saat ini nama itu disebut-sebut orang-orang berseragam hitam yang mengaku Laskar Mataram, inilah yang membuat dahinya berkerenyit.
Biar begitu, Raden Makdum tetap merasa bersyukur. Setidaknya tiga puluh tiga orang berseragam hitam itu berpihak kepada dirinya, dan agaknya mereka itulah pemanah-pemanah terlatih.
Hmm, ya, yaa, orang-orang berseragam itu sudah seperti prajurit-prajurit pemanah yang terlatih. “Syukur alhamdulillah… Hmm, Kakang Kalijaga….”
Namun beda alasan dengan Mahisa Kicak. Murid berbakat Kanjeng Siti Jenar ini justru mendengki hebat. Bukankah Kediri itu penerus Kerajaan Mataram? Bukankah pasukan Kediri adalah prajurit mataram? Tetapi, ini, ada yang begitu lancang menyebut dirinya Laskar Mataram….
Hmm, jumlahnya pun tak lebih 33 orang sudah lancang menyebut diri Laskar Mataram. Betul-betul kurang ajar. Berani sekali mereka. Atau…
Buyar. Murid berbakat Kanjeng Siti Jenar baru akan melanjutkan sumpah serapanya ketika sekonyong-konyong dari arah timur terdengar suara takbir ramai sekali.
Beberapa terdengar suara takbir, dari balik rerimbunan berlompatan manusia – manusia berseragam putih. Dibelakang mereka tampak rombongan besar hampir mencapai separuhnya rombongan Raden Makdum.
Pada barisan depan tampak Santri Utama Gunung Jati, Kiai Mustopa bersama puluhan santri. Raden Syarifudin yang mengenai seragam santri Gunung Jati spontan berteriak. “Hai! Ternyata saudara-saudara kita dari Gunung Jati… Assalamualaikum Warahmatulahhi Wabarakatuh…”
“Waalaikumussalam Warahmatullahhi Wabarakatuh…” Santri Utama Gunung Jati Kiai Mustopa yang memimpin rombongan penduduk dusun Cirebon, Pajajaran dan pesisir tengahan Jawa menjurah hormat pada Raden Makdum. “Salam hormat kami Raden, dan salam Eyang Guru Kanjeng…”
Raden Makdum tersenyum Lega. “Jangan bersungkan-sungkan saudaraku. Kami yang mestinya menyembah takjim Eyang Kanjeng Gunung Jati.”
Kiai Mustopa yang sudah menggabungkan rombongannya pada Raden Makdum lantas ambil posisi sejajar para pimpinan rombongan setelah edarkan pandang. “Mereka prajurit dari mana Raden.”
“Entahlah, mereka prajurit dari mana. Tetapi beberapa aku kenal, mereka orang-orang Keling.”
Santri Utama Gunung Jati beristigfar, seirama dengan para pimpinan rombongan yang terus perdengarkan istigfar lembut…. (bersambung)