Mediaseruni.co.id – Selain Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, umat islam memiliki satu hari besar lain, yakni Tahun Baru Islam atau 1 Muharam, ada juga yang menyebut Hari Raya Anak Yatim.
Di Indonesia Tahun Baru Islam sering dirayakan melalui berbagai tradisi, seperti doa bersama, tablig akbar, pawai obor dan kirab tradisi. Bahkan ada yang merayakan secara besar-besaran.
Namun, perlu diketahui, pada zaman Nabi Muhammad SAW, belum ada sistem penanggalan Islam dan tradisi merayakan tahun baru Islam seperti yang kita kenal saat ini belum ada.
Lantas, apakah umat Muslim boleh merayakan tahun baru Islam secara meriah? Mengutip Alakunews, Selasa 18 Juli 2023, Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, KH. Mahbub Maafi, menjelaskan, merayakan tahun baru Islam hukumnya mubah.
Menurut KH. Mahbud, Tahun Baru Islam boleh dirayakan asalkan perayaan tersebut tidak melanggar syariat. Memberikan ucapan selamat tahun baru Hijriah juga dipandang sebagai hal yang tidak masalah di kalangan ulama.
Beberapa tradisi seperti membuat bubur Suro atau melakukan doa bersama dan membaca tahlil justru dipandang baik dalam Islam dan dapat menambah pahala.
Begitu pula dengan pawai obor dan kirab untuk menyambut tahun baru Jawa-Islam, dihukumi mubah. Meskipun pada zaman Rasulullah SAW dan Khalifah Umar bin Khattab, umat Muslim tidak merayakan tahun baru Islam seperti yang dilakukan di Indonesia saat ini.
Namun bukan berarti perayaan tersebut dilarang. Tidak ada dalil yang melarangnya, karena hal tersebut termasuk dalam muamalah atau urusan sosial yang diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya.
Merayakan tahun baru Islam menjadi momen yang tepat bagi umat Muslim untuk memperbaiki diri. Kita dapat menyambutnya dengan membaca doa awal tahun dan doa akhir tahun sebagai pengingat agar selalu konsisten berhijrah dari hal-hal yang tidak baik menuju yang baik.
Doa-doa ini dapat dibaca pada waktu-waktu tertentu sebagai bentuk ibadah dan memohon ampunan kepada Allah.
“Kalau dipahami bid’ah bahwa tradisi itu memang tidak ada pada zaman Nabi, kita akui memang tidak ada, tapi apakah itu kemudian dilarang? Menurut saya itu sesuatu yang mubah-mubah saja,” terang Mahbub Maafi dikutip dari detikcom.
Tidak ada dalil yang kemudian melarangnya karena itu bagian dari muamalah, sambung Mahbub Maafi.
“Dalam Al-ashlu fil muamalah (hukum asal dalam urusan muamalah), itu diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarang hal tersebut,” kata Mahbub.
Dengan pemahaman ini, Mahbub mengajak untuk bersama-sama menjaga kesucian tradisi merayakan tahun baru Islam, dan menggunakannya sebagai momen refleksi untuk meningkatkan kebaikan dalam hidup.
“Selamat menyambut tahun baru Islam 1445 Hijriah, semoga kita semua mendapatkan keberkahan dan kesuksesan dalam menjalani tahun baru ini,” ucap KH. Mahbub Maafi. (Mds)