Mediaseruni.co.id – SIASAT Mahisa Kicak menggiring rombongan santri ke padang pasir mengena. Rombongan Ampeldenta dan Gresik yang tak menyangka masuk perangkap Mahisa Kicak bertemu di Muara Kali Pacol.
Raden Syarifudin yang memimpin rombongan santri Gresik langsung beristigfar. “Astagafirullah Haladzim… Agaknya kita masuk perangkap Kang. Kita digiring…”
Raden Abdul Fakih mengerenyit. “Kita digiring, maksudnya bagaimana raden.”
“Prajurit yang mengejar kita pasukan berkuda, mereka terlatih mengarungi padang pasir. Kalau mau mudah saja menyusul kita. Tapi tidak mereka lakukan.”
Bukan hanya Raden Makdum disebelah Abdul Fakih yang istigfar tetapi semua yang mendengar. “Inilah diantara perbuatan yang paling dimurkai Allah. Siasat keji untuk melukai kita semua.”
Maka setelah berembuk, putra saudagar kaya Gresik Nyai Ageng Pinatih, Raden Abdul Fakih alias Raden Paku, meminta Raden Makdum memimpin rombongan.
Putra Kanjeng Ampel membawa rombongan ke arah barat. Tujuan mereka adalah Bengawan Solo.
Sungai Bengawan Solo mengalir dari timur ke barat yang menghubungkan dusun kecil Ngawi. Dusun ini satu – satunya dusun disekitar pegunungan Kendeng yang menghubungkan Bengawan Solo dengan Kali Madiun. Kali ini mengalir ke selatan dan tersambung dengan Bengawan Madiun.
Sebetupnya, kesanalah tujuan Mahisa Kicak. Dari Ngawi, murid berbakat Kanjeng Siti Jenar ini akan menggiring rombongan santri menyusuri Kali Madiun. Dari situ akan diarahkan menuju Begawan Madiun. Begawan inilah yang menghubungkan Madiun dan Ponorogo.
Dari Begawan Madiun, barangkali rombongan akan digiring ke laut. Dan inilah yang dikehendaki Mahisa Kicak menyudutkan pengikut-pengikut Kanjeng Ampel dan Kanjeng Gresik ke laut. Barangkali juga berharap bisa mengusir satria-satria darah jingga itu kembali ke negerinya, Pasai!
Kembali ke Pasai… Hemm, keliru besar. Benarlah yang digiring adalah putra-putra Pasai yang mengabdikan ilmunya di Majapahit. Tapi, orang-orang Pasai? Tunggu dulu! Mereka lahir dan besar di Majapahit. Bisa jadi menginjakan kaki di Pasai pun belum.
Bahasa yang digunakan bahasa Jawa. Budaya yang dijunjung budaya Jawa. Sarat tata krama dan santun. Tapi, manusia yang memburu mereka…. Mahisa Kicak itu… Mereka manusia-manusia kasar tak punya tatakrama.
Adab orang Jawa terkenal tinggi, tatakramanya terpuji dan santun. Masih pantaskah Mahisa Kicak disebut Wong Majapahit yang sukunya adalah suju Jawa? Yang terkenal dengan keagungan budayanya.
Tidak! Mereka orang-orang pesisir yang dahulu tak berani bersanding dengan orang-orang Majapahit. Mereka kalangan begal laut yang bernasib mujur masuk di kalangan istana.
Mahisa Kicak inilah yang beruntung menjadi pembesar Majapahit. Dan, sekarang… Mahisa Kicak ini pula yang memburu rakyat Majapahit.
Dan, orang-orang yang diburu Mahisa Kicak? Duh, kalau pun jingga sebutan darah bangsawan Melayu yang mengalir di tubuh, barangkali akan lebih suka mengakui biru atau perak warisan bangsawan tengahan.
Kalau merah sudah tentu warisan leluhurnya sunda, tetapi satria-satria jingga itu, mereka inilah Pujakesuma dan akan menjadi putra Jawa keturunan Sumatera. (bersambung)